Perlawanan Kerajaan Makasar terhadap VOC

Di Sulawesi selatan terdapat beberapa kerajaan kecil seperti Gowa, Tallo, Sopeng dan Bone. Kerajaan – kerajaan tersebut dapat dipersatukan oleh Daeng Manrabbia (Sultan Alauddin) yang merupakan raja kerajaan Gowa yang bersekutu dengan Karaeng Mantoya (Sultan Abdulah Awalul Islam) dari kerajaan Tallo.

Pada perkembangannya Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan kerajaan Makassar.Kemudian kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan besar dan majun terutama dalam bidang perdagangan.

Beberapa faktor yang mendorong perkembangan Kerajaan Makassar antara lain letak Makassar sangat strategis dalam lalulintas perdagangan Malaka-Batavia-Maluku, jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, dan munculnya banjarmasin sebagai daerah penghasil lada yang hasilnya dikirim ke Makassar. Perkembangan yang sangat pesat ini mengkhawatirkan kepentingan monopoli VOC dan membantu perlawanan rakyat di Maluku. Puncak kejayaan Makassar terjadi pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1645-1670).

Pada tahu 1666, sultan Hasanuddin memimpin pertempuran besar antara Makassar dengan VOC yang dipimpin oleh Speelman. VOC mengadakan koalisi dengan Kapten Jonker dari Ambon dan Aru Palaka dari Bone. Makassar dikepung dari darat dan laut, sehingga pertahanan Makassar berhasil dipatahkan oleh VOC.

Pada tanggal 18 November 1667, Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangi perjanjian Bongaya. Isi perjanjian Bongaya yaitu :

  • Wilayah Makassar terbatas pada Goa, wilayah Bone dikembalikan kepada Aru Pelaka,
  • Kapal-kapal Makassar dilarang berlayar tanpa izin dari VOC
  • Makassar tertutup untuk semua bangsa, kecuali VOC dengan hak monopolinya
  • Semua benteng harus dihancurkan, kecuali satu benteng Ujung Pandang yang kemudian diganti dengan nama Fort Rotterdam
  • Makassar harus mengganti kerugian perang sebesar 250.000 ringgit.


Related Posts